by Abu Muawiah
Dari Umar bin Al-Khaththab -radhiallahu anhu- dia berkata:
Penjelasan ringkas:
Keimanan mempunyai rukun dan landasan yang dia tidak akan bisa tegak kecuali dengannya, karenanya barangsiapa yang mengingkari salah satu atau lebih dari rukun-rukun iman ini maka dia adalah orang yang tidak beriman lagi kafir. Jibril -alaihishshalatu wassalam- menanyakan hal itu kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam- agar umatnya bisa mengetahuinya dan menghafalnya, dan ini menunjukkan pentingnya rukun iman ini. Rukun iman sendiri sebagaimana yang sudah diketahui bersama adalah: Beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, kepada hari kiamat, dan kepada takdir yang baik dan yang buruk. Dan setiap dari rukun iman akan datang penjelasannya satu per satu.
Beberapa faidah yang bisa dipetik dari hadits di atas:
Rukun Iman
Allah Ta’ala berfirman:
لَّيْسَ الْبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَـكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَالْمَلآئِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah barangsiapa
yang beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi.” (QS. Al-Baqarah: 177)Dari Umar bin Al-Khaththab -radhiallahu anhu- dia berkata:
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ
بَيْنَمَا نَحْنُ جُلًوْسٌ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ, إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيدُ بَيَاضِ
الثِّيَابِ شَدِيدُ سَوَادِ الشَّعَرِ لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ
وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ. حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ
وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ أَخْبِرْنِي
عَنْ الْإِسْلَامِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: الْإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَتُقِيمَ الصَّلَاةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُومَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ
الْبَيْتَ إِنْ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا. قَالَ: صَدَقْتَ, قَالَ:
فَعَجِبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنْ
الْإِيمَانِ؟ قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ
وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ
وَشَرِّهِ, قَالَ: صَدَقْتَ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي عَنْ الْإِحْسَانِ؟
قَالَ: أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ
تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنْ السَّاعَةِ؟ قَالَ:
مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنْ السَّائِلِ. قَالَ فَأَخْبِرْنِي
عَنْ أَمَارَتِهَا؟ قَالَ: أَنْ تَلِدَ الْأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنْ تَرَى
الْحُفَاةَ الْعُرَاةَ الْعَالَةَ رِعَاءَ الشَّاءِ يَتَطَاوَلُونَ فِي
الْبُنْيَانِ. قَالَ: ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا, ثُمَّ قَالَ
لِي: يَا عُمَرُ أَتَدْرِي مَنْ السَّائِلُ؟ قُلْتُ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ
أَعْلَمُ, قَالَ: فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ.
“Tatkala kami tengah duduk-duduk di sisi Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, lalu datanglah seorang laki-laki yang bajunya sangat
putih, rambutnya sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas
perjalanan, dan tidak ada seorang pun dari kami yang mengenalnya. Hingga
dia mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasalam lalu menyandarkan
lututnya pada lutut beliau dan meletakkan kedua telapak tangannya pada
paha beliau, kemudian dia bertanya, “Wahai Muhammad, kabarkanlah
kepadaku tentang Islam?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasalam
menjawab, “Kamu bersaksi bahwa tidak ada sembahan (yang berhak disembah)
selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, dan puasa Ramadhan, serta haji ke Baitullah
jika kamu mampu bepergian kepadanya.” Dia berkata, “Kamu benar,” Umar
berkata, “Maka kami kaget terhadapnya, karena dia yang bertanya tapi dia
juga yang membenarkannya.” Dia bertanya lagi, “Kabarkanlah kepadaku
tentang iman?” Beliau menjawab, “Kamu beriman kepada Allah,
malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan
kamu beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk,” dia berkata, “Kamu
benar.” Dia bertanya, “Kabarkanlah kepadaku tentang ihsan?” Beliau
menjawab, “Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika
kamu tidak melihat-Nya maka yakinlah sesungguhnya Dia melihatmu.” Dia
bertanya lagi, “Kabarkan kepadaku kapan hari (kiamat) itu?” Beliau
menjawab, “Tidaklah orang yang ditanya itu (saya) lebih mengetahui
daripada orang yang bertanya (kamu).” Dia bertanya, “Kalau begitu
kabarkanlah kepadaku tentang tanda-tandanya?” Beliau menjawab, “Apabila
seorang budak wanita melahirkan majikannya, dan kamu melihat orang yang
tidak beralas kaki, telanjang, miskin, penggembala kambing, namun
bermegah-megahan dalam membangun bangunan.” Kemudian setelah itu dia
beranjak pergi, dan aku tidak bertanya kepada Nabi tentang itu selama
beberapa saat. Tidak berselang lama kemudian beliau bersabda, “Wahai
Umar, apakah kamu tahu siapa penanya tersebut?” Aku menjawab, “Allah dan
Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Itu tadi adalah
jibril, dia mendatangi kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang
agama kalian.” (HR. Muslim no. 8 )Penjelasan ringkas:
Keimanan mempunyai rukun dan landasan yang dia tidak akan bisa tegak kecuali dengannya, karenanya barangsiapa yang mengingkari salah satu atau lebih dari rukun-rukun iman ini maka dia adalah orang yang tidak beriman lagi kafir. Jibril -alaihishshalatu wassalam- menanyakan hal itu kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam- agar umatnya bisa mengetahuinya dan menghafalnya, dan ini menunjukkan pentingnya rukun iman ini. Rukun iman sendiri sebagaimana yang sudah diketahui bersama adalah: Beriman kepada Allah, kepada para malaikat-Nya, kitab-kitabNya, para rasul-Nya, kepada hari kiamat, dan kepada takdir yang baik dan yang buruk. Dan setiap dari rukun iman akan datang penjelasannya satu per satu.
Beberapa faidah yang bisa dipetik dari hadits di atas:
- Berbaur dengan masyarakat lebih baik daripada menyendiri untuk ibadah, selama dia bisa menjaga agamanya dari pengaruh jelek masyarakat. Ini disebutkan oleh Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin ketika beliau menjelaskan kalimat, “Kami tengah duduk-duduk di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.” Dari sisi Nabi -alaihishshalatu wassalam- sangat sering berbaur dengan para sahabatnya.
- Disunnahkannya berpakaian putih bagi lelaki, terkhusus lagi ketika dia mendatangi majelis ilmu.
- Mendekat kepada sang alim ketika mengambil ilmu.
- Kaifiat duduk yang beradab di depan sang alim, sebagaimana yang dilakukan oleh Jibril -alaihishshalatu wassalam-.
- Rukun Islam ada 5, yaitu yang tersebut dalam hadits di atas.
- Tidak diterimanya hadits yang munqathi’ (sanadnya terputus), ini terambil dari keherenan Umar kepada pembenaran arab badui tersebut -yang sebenarnya adalah Jibril- pada ucapan Nabi -alaihishshalatu wassalam-, padahal tidak pernah diketahui kalau orang ini pernah berjumpa dengan Nabi sebelumnya.
- Rukun ihsan ada satu, yaitu kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, dan jika kamu tidak melihat-Nya maka yakinlah sesungguhnya Dia melihatmu.
- Waktu terjadinya hari kiamat termasuk perkara ghaib, tidak ada seorang makhlukpun yang mengetahuinya walaupun itu 2 pimpinan makhluk Allah, yaitu Nabi Muhammad dan Jibril -alaihimashshalatu wassalam-.
- Dari rahmat Allah, Dia tidak menetapkan hari kiamat langsung begitu saja. Akan tetapi Allah meletakkan tanda-tanda sebelumnya -baik tanda kecil maupun tanda besar- agar para hamba segera bertaubat ketika mulai melihat tanda-tandanya.
- Di antara tanda kiamat yang tersebut dalam hadits ini adalah: Merebaknya kedurhakaan kepada orang tua terkhusus ibu, sehingga seorang anak memperlakukan ibunya bagaikan budaknya sendiri. Inilah makna seorang budak wanita melahirkan majikannya.
- Tanda yang lain adalah bermegah-megahan dalam bangunan tanpa ada keperluan, dan termasuk di dalamnya menghiasi dan megah dalam membangun masjid dengan hiasan yang tidak bermanfaat secara langsung kepada ibadah.
- Bolehnya seorang alim bertanya atau mengadakan ikhtibar (ujian) kepada muridnya guna mengetahui sampai dimana kadar keilmuan mereka.
- Bolehnya seorang alim menguji keilmuan muridnya dengan melontarkan sebuah syubhat agar muridnya menjawabnya, tapi dengan syarat jika muridnya tidak bisa menjawab dengan benar maka dia harus memberikan jawaban dari syubhat tersebut sebelum majelisnya berakhir.
- Adab dalam menjawab pertanyaan yang tidak diketahui jawabannya, yaitu mengatakan: Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui. Hanya saja ini sebelum Nabi wafat, adapun setelah beliau wafat maka cukup dikatakan: Allah yang lebih mengetahui. Hal itu karena Nabi -alaihishshalatu wassalam- tidak mengetahui perkara dunia setelah beliau wafat.
- Tanya jawab merupakan bagian dari agama.
- Tanya jawab sudah termasuk menuntut ilmu.
- Boleh menanyakan pertanyaan yang sudah diketahui jawabannya jika ada maslahat, misalnya untuk sang alim bisa menasehati yang belum mengetahuinya atau orang yang belum mengetahui juga bisa mengetahui jawabannya. Selain dari itu maka termasuk perbuatan tercela ketika seseorang menanyakan sesuatu yang sudah dia ketahui jawabannya.
- Kemampuan para malaikat untuk merubah wujud mereka.
Incoming search terms:
- rukun iman
- hadits rukun iman
- hadits tentang rukun iman
- HADIST TENTANG RUKUN IMAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar