Senin, 18 Februari 2013

MANUSIA DAN AGAMA

A. MANUSIA MENURUT ISLAM

Pertanyaan mengenai pengertian manusia dan konsepsinya merupakan sesuatu yang cukup rumit. Hal tersebut disebabkan panginterpretasian terhadap manusia itu sendiri oleh manusia dapat dilakukan dari berbagai sudut pandang.Sebagian besarnya menyatakan bahwa manusia itu pada dasarnya adalah hewan.  Namun Islam dan Alqu’arn sebagai kitabnya tidak menggolongkan manusia sebagai hewan, selama manusia tersebut menggunakan apa yang telah Tuhan karuniakan kepadanya.
sumber : http://isyraq.wordpress.com/
"… Mereka (manusia) punya hati tetapi tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), punya mata tetapi tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), punya telinga tetapi tidak mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka (manusia) yang seperti itu sama (martabatnya) dengan hewan bahkan lebih rendah (lagi) dari binatang." (QS 7:179) 

Alqu’ran memiliki beberapa istilah untuk menggambarkan manusia. Beberapa di antaranya yang terdapat di dalam Alqur’an adalah bahwa manusia disebut sebagai al-insan (QS 76:1), an-nas (QS 114:1), basyar (QS 18:110), bani adam (QS 17:70). Dari istilah itu semua, sebuah studi isi Alquran dan Hadits menyebutkan bahwa manusia (al-insan) adalah makhluk ciptaan Allah yang memiliki potensi untuk beriman kepada Allah dan dengan mempergunakan akalnya mampu memahami dan mengamalkan wahyu serta mengamati gejala-gejala alam, mempunyai rasa tanggung jawab atas segala perbuatannya dan berakhlak[1].
Hakikat manusia menurut Islam terdiri dari dua unsur, yaitu unsur fisik (materi) yang berupa tubuh dan unsur nonfisik (immateri) yang berupa roh, hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan Alqur’an (QS 23:12-14, 32:7-9) dan haditis yang berbunyi :

"Sesungguhnya, setiap manusia dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya selama empat puluh hari sebagai nuthfah (air mani), empat puluh hari sebagai ‘alaqah (segumpal darah), selama itu pula sebagai mudhghah (segumpal daging). Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalam tubuh manusia, yang berada dalam rahim itu" (HR Bukhari dan Muslim) 

Ali Syari’ati – sejarawan dan ahli sosiologi Islam terkemuka – mengemukakan pendapatnya mengenai intrepretasi hakikat kejadian manusia. Manusia mempunyai dua dimensi: dimensi ketuhanan (kecendrungan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah) dan dimensi kerendahan atau kehinaan (lumpur mencerminkan keburukan-kehinaan). Karena itulah manusia dapat mencapai derajat yang tinggi namun dapat pula terperosok dalam lembah yang hina, yang manusia dibebaskan untuk memilihnya, apakah manusia akan bergerak ke jalan Tuhan atau sebaliknya mengarah ke jalan setan. Di sana lah peranan akal manusia sebagai suatu hidayah Allah untuk menuju kepada-Nya, yang mana dalam menggunakan akal tersebut manusia membutuhkan petunjuk yang benar yaitu Islam, yang menyeimbangkan antara dunia dan akherat. 

B. PENGERTIAN AGAMA DAN RUANG LINGKUPNYA

Agama sebagai suatu istilah yang seringkali kita dengar ternyata memiliki banyak perngertian juga.Hal itu senada dengan yang dikemukakan WC Smith, "Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa hingga saat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat diterima". Meski demikian, para cendekiawan besar dunia memiliki definisi, atau yang lebih tepatnya kita sebut dengan kesimpulan mereka tentang fenomena agama.Dari itu semua, istilah agama berasal dari bahasa sanskerta,yakni  “agama”, “igama”, dan “ugama”. Agama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja; igama artinya peraturan, tata cara, upacara hubungan dengan dewa-dewa; ugama artinya peraturan, tata cara, hubungan antar manusia; yang merupakan perubahan arti pergi menjadi jalan yang juga terdapat dalam pengertian agama lainnya. Namun demikian, agama juga bisa berarti kata agama yang dipergunakan dalam bahasa Indonesia sebagai istilah kerohanian, berasal dari kata Gam yang berarti pergi, Gam diberi awalan “A” yang berarti Agam berarti kebalikan dari pergi yang artinya datang, dan diberi akhiran “A” menjadi agama dengan arti kedatangan[2]. Sementara itu ada juga penulis yang mengartikan bahwa agama menurut bahasa sansekerta terdiri dari dua kata “A” dan “Gama”, A yang berarti tidak dan Gama yang berarti kacau balau, jadi agama mempunyai arti tidak kacau balau (teratur)[3]. Bila agama itu disalin ke dalam bahasa arab yang berarti al-Din atau al-millah, ia dapat bermakna adat kebiasaan, tingkah laku, patuh, hokum, aturan, dan pikiran.
Namun demikian, persamaan istilah agama tidak dapat dijadikan alasan untuk menyebutkan bahwa semua agama adalah sama, karena adanya perbedaan makna atas istilah agama tersebut, yang berbeda atas sistem, ruang lingkupnya, dan klasifikasinya.

Sementara itu fungsi dan tujuan dari agama adalah sebagai tatanan Tuhan yang dapat membimbing Manusia yang berakal untuk berusaha mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat “kehidupan selanjutnya”.  Agama mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya agar mendapatkan kebahagiaan untuk dirinya maupun masyarakan sekitarnya, selain itu sebagai pembuka jalan kepada sang Pencipta manusia. Tuhan yang Maha Esa ketika telah mati. Ajaran agama yang universal mengandung kebenaran yang tidak dapat diubah meskipun masyarakat telah menerima itu berubah  dalam struktur dan cara berfikirnya[4].

C. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA

Dalam menjawab pertanyaan "mengapa manusia mesti beragama?", banyak hal yang bisa kita utarakan dalam menjawabnya, dan tentunya tidak mungkin untuk kita   sebutkan semuanya di sini. Jawaban yang paling sesuai untuk dipaparkan demi menjawab pertanyaan yang mendasar ini adalah jawaban yang   mendasar pula, yang berpulang kepada hakikat manusia itu sendiri.
Allah berfirman dalam AlQuran surat Ar Rum (30) ayat 30 :

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Fitrah menurut ayat diatas adalah dasar penciptaan manusia, sifat pembawaan manusia sejak ia diciptakan dan merupakan kebutuhan hakiki manusia. Kebutuhan manusia di bagi dua, yaitu kebutuhan fitrah dan kebutuhan “kebiasaan”. Kebutuhan fitrah adalah kebutuhan hakiki setiap manusia, seperti kebutuhan berkeluarga, rasa ingin memiliki, keingintahuan akan sesuatu dan keinginan mencintai dan dicintai. Kebutuhan-kebutuhan ini tidak bisa dilepas dari manusia, meskipun generasi berikutnya dididik khusus agar dalam hidup mereka tidak mengenal kebutuhan-kebutuhan tersebut. Adapun kebutuhan kebiasaan adalah kebutuhan yang tidak melekat dengan penciptaan manusia, tetapi akan menjadi kebutuhan manakala dilakukan berulang-ulang, seperti ken\butuhan akan minuman keras atau ganja, perlahan-lahan kebutuhan tersebut akan menjadi kebutuhan alamiah, akan tetapi dengan usaha intensif kebutuhan-kebutuhan itu dapat ditinggalkan, bahkan dapat mendidik generasi berikutnya untuk tidak pernah mengenal sedikitpun kebutuhan-kebutuhan tersebut. 

Islam sebagai agama adalah kebutuhan fitrah yang akan melekat terus dalam kehidupan manusia. Fitrah manusia yang membutuhkan agama, digambarkan Allah dengan suatu perjanjian antara Allah dengan manusia jauh sebelum manusia dialam rahim, atau tepatnya di alam ruh :

“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengata- kan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)” (7:172)

Perjanjian inilah yang dimaksud keterikatan manusia kepada agama yang diungkapkan oleh para tokoh berikut ini:

1. Alexis Carell : “Pada batin manusia ada seberkas sinar yang menunjukan kepada manusia, kesalahan yang terkadang dilakukannya. Sinar inilah yang mencegah kemunkaran. Bahkan manusia terkadang merasakan kebesaran dan keagungan Tuhan.” 

2. William James : “ Perbuatan manusia lebih terikat kepada naluri agamanya dibanding kepada perhitungan materialnya. Kita melihat manusia memiliki sifat ketulusan, keikhlasan, kerinduan, keramahan, kecintaan dan pengorbanan, semua itu adalah dorongan keagamaan yang tidak terlepas dari sifat semua manusia.”

Kembali untuk menjawab pertanyaan "mengapa manusia mesti beragama?" adalah kita kembalikan kepada tujuan penciptaan manusia, yakni adalah untuk beribadah kepada Allah sebagai pencipta alam semesta. Allah sendiri yang mencipta dan memerintahkan ciptaan-Nya untuk beribadah kepada-Nya, juga menurunkan panduan agar dapat beribadah dengan benar. Panduan tersebut diturunkan Allah melalui nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya, dari Adam AS hingga Muhammad SAW. Nabi-nabi dan rasul-rasul tersebut hanya menerima Allah sebagai Tuhan mereka dan Islam sebagai panduan kehidupan mereka. Beribadah diartikan secara luas meliputi seluruh hal dalam kehidupan yang ditujukan hanya kepada Allah. Kita meyakini bahwa hanya Islamlah panduan bagi manusia menuju kebahagiaan dunia dan akherat. Islam telah mengatur berbagai perihal dalam kehidupan manusia. Islam merupakan sistem hidup, bukan sekedar agama yang mengatur ibadah ritual belaka.

Sejarah umat manusia di barat menunjukkan bahwa dengan mengenyampingkan agama dan mengutamakan ilmu dan akal manusia semata-mata telah membawa krisis dan malapetaka. Atas pengalamannya tersebut, kini perhatian manusia kembali kepada agama, karena: (1) Ilmuwan yang selama ini meninggalkan agama, kembali pada agama sebagai pegangan hidup yang sesungguhnya, dan (2) harapan manusia pada otak manusia untuk memecahkan segala masalah di masa lalu tidak terwujud.

Kemajuan ilmu pengetahuan telah membawa manusia pada tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi, namun dampak negatifnya juga cukup besar berpengaruh pada kehidupan manusia secara keseluruhan. Sehingga untuk dapat mengendalikan hal tersebut diperlukan agama, untuk diarahkan untuk keselamatan dan kebahagiaan umat manusia.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama sangat diperlukan oleh manusia sebagai pegangan hidup sehingga ilmu dapat menjadi lebih bermakna, yang dalam hal ini adalah Islam. Agama Islam adalah agama yang selalu mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya memahami ayat-ayat kauniyah (Sunnatullah) yang terbentang di alam semesta dan ayat-ayat qur’aniyah yang terdapat dalam Al-Qur’an, menyeimbangkan antara dunia dan akherat. Dengan ilmu kehidupan manusia akan bermutu, dengan agama kehidupan manusia akan lebih bermakna, dengan ilmu dan agama kehidupan manusia akan sempurna dan bahagia.

D. REFERENSI
 
1. Al-Qur’an dan Terjemahannya.
2. Al-Qardhawy, Yusuf. Fiqih Daulah dalam perspektif Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
3. Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998.
4. Ayatullah Taqi Misbah Yazdi, Amuzesy-e Aqa`ed.
5. Sayyid Mujtaba Musawi Lari, Ushūlul 'Aqā`id fil Islam.
6. Allamah Muhammad Taqi Ja'fari, Falsafe-ye Din.
7. Ayatullah Ja'far Subhani, Al-Ilāhiyyāt.
8. Tafsir Al-Mīzān.
9. http://catatanlamasaya.blogspot.com/
10. http://filsafat.kompasiana.com/
11. http://www.angelfire.com/id/
12. http://www.al-shia.org/html/id/
13. http://adidulur.abatasa.com/


[1](N.A. Rasyid, 1983: 19).
[2](T.H. Thalhas, Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta: Galura pass, 2006), h. 19-20)
[3](Murtadha mutahhari, Perspektif Al-Qur`an tentang Manusia dan Agama, peny., Haidar bagir, (Bandung: Mizan, 1997), h. 41-42)
[4](T.H. Thalhas, h. 19-21)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar